VIVAnews - Kemacetan Jakarta sudah seperti benang kusut. Ragam ide dan rencana diwacanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bukan solusi yang didapat, namun kemacetan bertambah parah.
Upaya mengatasi kemacetan Ibu Kota antara lain, penutupan pintu masuk mal, penutupan pintu tol, hingga rencana penerapan jalan berbayar atau ERP hingga pembuatan mass rapid transit (MRT). Paling mutakhir adalah penerapan kenaikan tarif parkir hingga lima kali lipat.
Kebijakan menaikkan tarif parkir digagas Dewan Transportasi Kota Jakarta sebagai bagian dari rencana sistem zona penerapan tarif
parkir. Menurut ketua dewan itu, Azas Tigor Nainggolan, ada tiga pilihan dan zona dalam perubahan tarif.
Pertama adalah zona pinggir, yang meliputi kawasan Klender, Lenteng Agung dan wilayah lainnya. Zona antara yang meliputi kawasan Matraman, Tanah Abang dan lokasi lainnya. Ketiga zona parkir pusat,
meliputi kawasan jalan protokol, seperti Jalan Sudirman, Thamrin, dan Gatot Soebroto. Dengan perbandingan harga tiket parkir menjadi 1:3:5 pada setiap zona.
Jika tarif parkir naik, tentunya ini akan menguntungkan pengelola parkir swasta. Tapi bagi Pemerintah Jakarta belum tentu. Apalagi selama ini uang parkir yang masuk ke kas terbilang kecil.
Besarannya tak sesuai dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta yang begitu tinggi. Untuk tahun 2009 saja pendapatan parkir hanya Rp19,4 miliar.
Data yang didapatkan VIVAnews.com menunjukkan peningkatan pendapatan parkir sejak tahun 2006 hingga 2009 tidaklah terlalu signifikan.
Bahkan, pada 2008 pendapatan parkir malah lebih rendah dari tahun 2007 yang hanya sebesar Rp19,1 miliar. Padahal, tahun sebelumnya mencapai Rp19,3 miliar. Dan untuk tahun 2010 hingga bulan Mei baru mencapai Rp8,7 miliar, padahal targetnya Rp22 miliar.
Data pendapatan parkir di atas jelas menunjukkan adanya kejanggalan. Apalagi, di tahun 2011 nanti, diperkirakan ada sekitar 700 ribu kendaraan baru yang akan masuk Jakarta, seperti dikatakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
Artinya, pada tahun 2011 nanti, di Jakarta akan ada 12 juta kendaraan. Ini berdasarkan penambahan dari jumlah kendaraan yang beredar pada 2010 yang mencapai 11,4 juta unit kendaraan. Terdiri dari 8,2 juta unit kendaraan roda dua dan 3,2 juta unit kendaraan roda empat.
Data lain dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, pertambahan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 1.100 unit lebih per hari atau sekitar 9 persen per tahun. Sementara kenaikan pendapatan tarif parkir tidak pernah lebih dari 3 persen.
Tapi kebijakan ini diyakini akan membuat uang Pemerintah Jakarta makin tebal. Sebab pendapatan restribusi akan naik sekitar 500 persen.
Menurut Kepala Kantor Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi, Pemprov DKI akan mendapatkan 20 persen dari omset pengelola gedung parkir di Jakarta bila tarifnya dinaikan.
Saat biaya parkir Rp2.000, mendapatkan PAD hanya Rp400 setiap kendaraan. Sedangkan saat tarif parkir Rp 10.000, PAD yang didapatkan menjadi Rp2.000 per kendaraan.
Menurut pakar tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, tempat parkir merupakan bagian dari manajemen pelayanan publik yang tidak mencari untung. Harus ada kontribusi yang jelas bila tarif parkir naik.
Belum lagi permasalahan pengelolaan parkir secara ilegal dengan cara premanisme. "Pemerintah cenderung memungut dan tidak memikirkan kontribusi kepada masyarakat. Lalu apakah kebocoran bisa dijamin tidak akan terjadi," ujar Yayat kepada VIVAnews.
Sementara, kalangan DPRD DKI Jakarta berharap ada ujicoba sebelum kebijakan kenaikan tarif parkir. "Jangan sampai sudah keluarkan aturan tapi tidak bisa berjalan dengan baik," ujar Ketua Komisi B bidang transportasi DPRD DKI Jakarta, Slamet Nurdin.
Di lain pihak, Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ada dua syarat yang harus dipenuhi Pemprov DKI sebelum menaikkan tarif parkr. Pertama, perlindungan konsumen yang baik. Setiap kendaraan yang hilang di tempat parkir harus diganti. Sisi perlidungan ini kerap diabaikan.
Kedua, pembenahan transportasi massal seperti busway dan mass rapid transit (MRT). "Jadi warga punya pilihan. Tidak adil kalau transportasi kurang memadai," ujar Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, penerapan kebijakan kenaikan tarif parkir difokuskan bagi kendaraan yang parkir di badan jalan atau on street.
Pemerintah belum akan menaikkan tarif parkir off street atau di dalam gedung. Namun besarannya, masih terus digodok. Nominalnya baru akan ditetapkan secara pasti saat sidang paripurna.
Jika peraturan daerahnya sudah disepakati, ia memastikan akan langsung diterapkan. "Kami menggunakan zonasi restribusi untuk yang on street bukan yang off street," kata Fauzi Bowo.
Fauzi mengatakan, kenaikan tarif parkir off street bukanlah kebijakan untuk menambah pendapatan anggaran daerah (PAD) seperti yang dikatakan kalangan dewan DKI Jakarta.
Kenaikan tarif parkir, kata Fauzi Bowo untuk menambah kelancaran lalu lintas. "Kami ingin mendahulukan kelancaran lalu lintas. Kalau perlu tidak ada lagi on street, tapi semua off street," katanya. "Sehingga semua badan jalan bisa digunakan," katanya.
Fauzi Bowo merasa yakin kenaikan tarif parkir akan bisa mengatasi macet. Namun, keyakinan ini apakah tidak berlebihan, mengingat area parkir badan jalan di DKI 5,2 persen dari keseluruhan area parkir di Jakarta. (sj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar